Oleh : 
Aam Imaddudin, M.Pd.









ABSTRAK

Penelitian dilatarbelakangi oleh minimnya program layanan bimbingan di sekolah dasar, terutama dalam upaya peningkatan kecerdasan spiritual. Penelitian ditujukan untuk menguji keefektifan layanan bimbingan dan konseling aktualisasi diri untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa sekolah dasar, menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode quasi experiment  dengan disain non-equivalent  pretest-posttest control group design. Penelitian dilaksanakan melalui empat tahapan sebagai berikut : studi pendahuluan, uji rasional layanan, pelaksanaan layanan, dan pengungkapan akhir untuk melihat keefektifan pemberian layanan. Hasil penelitian menunjukan 1) kecerdasan spiritual siswa secara umum berada pada kategori cukup cakap, 2) rumusan layanan bimbingan dan konseling aktualisasi diri cukup mewakili untuk diujicobakan dalam rangka meningkatkan kecerdasan spiritual, 3) layanan bimbingan dan konseling aktualisasi diri efektif untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa. Layanan bimbingan dan konseling aktualisasi diri direkomendasikan untuk dipertimbangkan sebagai salah satu kerangka kerja dalam pengembangan dan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa sekolah dasar.

Kata kunci : Bimbingan dan konseling, kecerdasan spiritual, aktualisasi diri.


A.       Pendahuluan
Menghadapi dampak era globalisasi yang membawa nilai-nilai baru sekaligus membawa perilaku-perilaku yang keluar dari norma dan moral, semua pihak harus ikut berperan aktif untuk mewujudkan lingkungan perkembangan yang layak bagi seluruh anak. Zins & Wagner (Brown, 2006:187)  Memaparkan bahwa untuk menghadapi tantangan dalam mengawal perkembangan kesehatan mental anak dan remaja diperlukan upaya bersama dari berbagai institusi yang terkait.
‘Meeting the physical and mental health needs of these children and their families present formidable professional challenge that requires the coordinated efforts of many disciplines, including health education, nursing, nutrition, school counseling, and school psychology.’

Salah satu komponen yang berhubungan erat dengan perkembangan anak adalah pendidikan, dunia pendidikan harus berbenah diri agar dapat menjadi wahana yang dapat membimbing peserta didik untuk berkembang bersama nilai-nilai yang sesuai dengan fitrah kemanusiannya.
Djawad Dahlan (2005: 15) menjelaskan bahwa pendidikan perlu menerjemahkan nilai-nilai baru tersebut kemudian mendorongnya untuk terwujud dan tercapainya tujuan pendidikan, yaitu dengan cara dihadapkan pada nilai-nilai abadi yang melandasi hidup dan kehidupan umat manusia.
Nilai-nilai abadi yang sesuai dengan fitrah manusia adalah nilai-nilai agama. Sebab, fitrah manusia adalah makhluk beragama. Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan (2005: 135) menjelaskan bahwa secara hakiki, manusia adalah makhluk beragama (homoreligius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama sebagai rujukan sikap dan perilakunya.
Selain makhluk religius, manusia adalah makhluk spiritual, yaitu makhluk yang diberi potensi rohani untuk mengakui dan menghayati keberadaan Sang Maha Agung (the excistence of great power).
Secara mendasar nilai-nilai religiusitas dan spiritualitas telah diakomodasi dalam Bab 1, Pasal 1, Ayat 1 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Th 2003 :
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

 Ketentuan yang termaktub dalam undang-undang sistem pendidikan menunjukan bahwa, pendidikan harus berperan aktif dalam mengembangkan kesadaran spiritual anak, sehingga anak memiliki kesiapan dalam menghadapi perkembangan dunia dengan berbagai macam dampak yang bisa menghambat perkembangan anak.
Covey, 2004 & Miller, 2003 (Tamim, 2009:3) mengungkapkan pentingnya potensi kekuatan spiritual bagi manusia secara umum karena di dalam konsep spiritual terkandung dua unsur penting untuk mengembangkan sistem nilai bagi kehidupan yang damai dan bahagia. Dua unsur tersebut adalah “capacity”, yaitu daya atau kemampuan dan “ability”, yaitu kecakapan.
Secara mendasar kemampuan dan kecakapan merupakan aspek yang selalu menyertai setiap perilaku cerdas. Sebagaimana melekat pada potensi intelektual dan emosional, maka kemampuan dan kecakapan juga melekat pada potensi spiritual. Oleh sebab itu, wajar jika kekuatan spiritual sering disebut kecerdasan spiritual.
Kecerdasan spritual merupakan kemampuan untuk mengoptimalkan sumber daya spiritual individu yang dijadikan dasar dalam mengambil tindakan, memaknai peristiwa, yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama, etika, dan pengalaman hidup, dengan demikian kemampuan ini harus dimiliki oleh setiap individu, karena jika tidak maka individu akan terjerembab dalam perilaku-perilaku menyimpang dan memiliki kehampaan makna dalam hidup yang dapat memicu kegelisahan dan keguncangan mental.
Amram (Amram & Dryer, 2008:29) merumuskan definsi  KS sebagai “ spiritual intelligence is a set of abilities people use to apply, manifest, and embody spiritual resources, values, and qualities in ways that enhance daily functioning and wellbeing”. Pendapat Amram (2007) tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa yang dimaksud dengan KS merupakan merupakan serangkaian kemampuan yang dapat digunakan dan dimanifestasikan oleh individu untuk mewujudkan sumber daya spiritual individu, nilai, kualitas dan keberfungsian diri dalam kehidupan sehari-hari.
Kecerdasan spiritual anak dapat dikembangkan melalui pendidikan dan pola asuh orang tua yang tepat, namun ketika pendidikan miskin nilai-nilai spiritual, maka peserta didik akan menjadi  manusia yang asosial dan miskin spirit. Hasilnya, akan lahir pula masyarakat yang terkungkung oleh ideologi materialisme dan konsumerisme.
Proses optimalisasi potensi kecerdasan spiritual di sekolah dasar tidak dapat dilakukan hanya melalui pendekatan kurikuler dalam proses pembelajaran saja. Proses ini harus didukung dan diperkuat oleh pendekatan yang berbasis komunikasi interpersonal dan berorientasi perkembangan. Tujuannya jelas, yaitu agar individu memperoleh navigasi selama perjalanannya untuk mematangkan dan menajamkan potensi kecerdasan spiritualnya.
Sebagai wujud dari pendidikan dengan pendekatan yang berbasis komunikasi perkembangan peserta didik, layanan bimbingan dan konseling memiliki peran strategis untuk membantu, mengarahkan, dan memandu anak sekolah dasar dalam mengembangkan potensi kecerdasan spiritual hingga menggapai kehidupan bermakna dan kebahagiaan yang utuh dan terpadu.
Peran strategis layanan bimbingan dan konseling terhadap pengembangan potensi kecerdasan spiritual semakin kokoh karena secara prinsip potensi spiritual telah dianggap sebagai tugas hidup yang paling penting bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan untuk memfasilitasi siswa untuk mampu mengaktualisasikan potensi yang dimiliki, termasuk potensi kecerdasan spiritual.
Konsep aktualisasi diri (self-actualization) atau realisasi diri (self-realization) dalam pendekatan humanistik merujuk kepada arti kecenderungan untuk mengembangkan kemampuan atau pemenuhan dari potensi individu. Konsep ini dilandasi pandangan terhadap manusia holistic (organismik-fenomenologis) (Supriatna, 2010:57).
Minimnya model layanan dan program bimbingan dan konseling di sekolah dasar mendorong pengembangan model layanan dan program yang dapat menunjang proses tumbuh kembang siswa sekolah dasar. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pada usia sekolah dasar (SD), anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa (Elizabeth Hurlock, 1980: 146).
Bimbingan dan konseling di SD adalah upaya pemberian bantuan kepada individu (peserta didik/siswa) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan SD, keluarga, dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya (Juntika & Akur, 2005: 9).
Proses aktualisasi potensi kecerdasan spiritual bagi siswa sekolah dasar merupakan proses pembekalan agar para siswa memiliki kemampuan aktual yang dapat dipergunakan dalam proses pembelajaran dan menjalani proses perkembangan menuju fase perkembangan berikutnya.
Upaya untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satunya dengan pemberian layanan bimbingan dan konseling yang terstruktur dan sistematis yang dikembangkan berdasarkan analisis kebutuhan mengenai perkembangan kecerdasan spiritual. Salah satunya menggunakan pendekatan bimbingan dan konseling aktualisasi diri.
Konseling aktualisasi diri merupakan bantuan yang memfasilitasi kebutuhan perkembangan individu (konseli) untuk mencapai pribadi sepenuhnya (fully functioning person), dalam hal ini konseli dipandang tidak hanya memiliki kebutuhan karena kekurangan (d-needs), akan tetapi memiliki kebutuhan intrinsic untuk mengembangkan diri sehingga meraih nilai yang sangat bermakna dalam kehidupannya (B-Value), seperti kebenaran dan keindahan, kebaikan dan kesempurnaan, kesederhanaan, kelengkapan, dan sebagainya, baik sebagai individu, makhluk sosial, maupun sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa (Supriatna, 2010: 63).
Konseling aktualisasi diri membantu konseli untuk meningkatkan wawasan tentang diri dan lingkungannya, serta mengembangkan potensi menjadi kompetensi secara optimal, sehingga konseli dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya secara  khas (Supriatna, 2010: 63).
Konseling aktualisasi diri merupakan proses fasilitasi konselor kepada konseli melalui proses bantuan berkesinambungan, agar konseli dapat memahami dan mengungkapkan diri sendiri, pemahaman dan penela’ahan tentang diri orang lain, penghargaan atas pengalaman, pengambilan keputusan yang tepat baik dalam berinteraksi dengan diri pribadi maupun dengan lingkungan sosial, sehingga konseli, menjadi pribadi yang produktif dan kontributif (bermakna), baik dalam kehidupan akademik, dunia pekerjaan, maupun dalam kehidupan sehari-hari (Supriatna, 2010: 63).

B.        Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, yakni pendekatan penelitian yang dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian atau hipotesis secara spesifik dengan penggunaan analisis statistik. Melalui pendekatan ini diharapkan diperoleh data mengenai gambaran secara empirik tingkat KS siswa sebelum dan setelah pelayanan, serta data empirik tingkat efektivitas BKAD dalam meningkatkan KS siswa SDN Cihamerang.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi experiment (eksperimen semu), yakni mengujicobakan BKAD sebagai upaya untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa Sekolah Dasar (SD).
Desain quasi eksperiment yang digunakan adalah non-equivalent  pretest-posttest control group design (Sugiyono, 2006 : 118) yang dilaksanakan dalam uji lapangan layanan BKAD untuk memperoleh gambaran tentang efektivitas layanan BKAD untuk meningkatkan KS siswa kelas V  SDN  Cihamerang Kabupaten Bandung.
Analisis statistik yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data profil kecerdasan spiritual siswa (KS) kelas lima SD untuk mengetahui gambaran kebutuhan siswa. Data profil KS siswa dijadikan dasar dalam pengembangan konten dan pilihan materi yang sesuai dalam setiap sesi layanan BKAD. Rumusan layanan BKAD yang disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan mengenai KS siswa di rancang supaya dapat diaplikasikan kepada siswa untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa.
Hasil rumusan tersebut divalidasi terlebih dahulu oleh pakar bimbingan dan konseling untuk menimbang kelaikan keseluruhan isi layanan untuk diterapkan di jenjang sekolah dasar. Tahap terakhir adalah mengaplikasikan program yang telah divalidasi, serta menganalisis efektivitas layanan BKAD terhadap peningkatan skor kecerdasan spiritual siswa.

C.        Hasil Penelitian
1.        Profil Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas Lima Sekolah Dasar
Hasil studi pendahuluan terhadap 148 siswa kelas V di empat sekolah dasar yaitu SDN Cihamerang, SDN Kiarapayung 2, SDN Batukeris, dan SDN Banjaran V, menunjukan bahwa 14,86 % berada pada kategori cakap, 65, 54 % berada pada kategori cukup cakap, dan 19,59 % berada pada kategori kurang cakap. 
Hasil capaian siswa pada setiap indikator pada setiap dimensi menunjukan capaian yang beragam, namun dari tiga belas indikator KS, baru terdapat lima indikator yang berada pada kategori cakap, yaitu indikator mengembangkan hubungan baik dengan lingkungan sekitar, indikator menjalani kehidupan sehari-hari dengan semangat, indikator rendah hati, indikator menerima perbedaan, dan indikator jujur.
Capaian tersebut senada dengan capaian KS siswa pada setiap dimensi KS.   Rata-rata dari empat dimensi KS mencapai 78.15 %, artinya capaian KS pada setiap dimensi baru mencapai kategori cukup cakap.
Berikut ini adalah hasil penelitian ditinjau dari capaian per-aspek KS. Aspek pertama yaitu transendensi secara keseluruhan siswa memperoleh capaian skor 71,08 %, aspek kedua yaitu sikap bersyukur memperoleh capaian skor 81,1 %, aspek ketiga yaitu kesabaran memperoleh capaian skor 82,32 %, dan aspek terakhir yaitu pengarahan diri memperoleh capaian skor 78,082 %. Berdasarkan data tersebut menunjukan tingkat capaian yang beragam, baik dalam keseluruhan aspek maupun indikator. Hasil ini mengindikasikan bahwa diperlukan suatu rumusan layanan yang menyeluruh untuk meningkatkan seluruh dimensi kecerdasan spiritual siswa.

2. Rumusan Layanan Bimbingan dan Konseling Aktualisasi Diri Untuk Meningkatkan 
   Kecerdasan Spiritual Siswa.
Rumusan layanan diadaptasi dari model konseling aktualisasi diri dari Mamat Supriatna (2010) yang kemudian disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan berdasarkan profil kecerdasan spiritual siswa kelas lima sekolah dasar.
Berikut ini adalah rumusan layanan bimbingan dan konseling aktualisasi diri secara keseluruhan dari tahap, tujuan dan
Tabel 1.1
Tahapan Pelaksanaan
Bimbingan Dan Konseling Aktualisasi Diri (BKAD)

TAHAP LAYANAN
TUJUAN
PENUNJANG TEKNIS
TAHAP 1
“Pengungkapan Awal”
(1 kali pertemuan)
Pengembangan hubungan, orientasi layanan, penjelasan tujuan dan pelaksanaan pengungkapan tentang kecerdasan spiritual

1.    Siswa memahami tujuan umum dan garis besar layanan
2.    Siswa memahami  tujuan pengungkapan awal mengenai kecerdasan spiritual
1.     Instrument kecerdasan spiritual
2.     Metode: pembuka wawasan dan penugasan



TAHAP 2
“Refleksi Kondisi Diri”
(1 kali pertemuan)
Penelusuran potensi diri sebagai upaya pemahaman terhadap ciri-ciri aktualisasi diri
1.    Konseli menyadari potensi diri
2.    Konseli merencanakan kegiatan untuk memanfaatkan potensi diri
1.     Panduan fasilitator dan lembar kegiatan konseli,
2.     Metode : analisis, perbandingan, dialog, dan refleksi.

TAHAP 3
“Mengungkap sikap-sikap diri”
(2 pertemuan)
Penela’ahan dan pengungkapan sifat-sifat diri yang menunjang dan yang menghambat pencapaian aktualisasi diri
1.       Konseli dapat mengenali sifat-sifat dirinya
2.       Konseli dapat bertukar pemahaman dengan teman tentang sifat-sifat diri
3.       Konseli dapat menyimpulkan sifat-sifat dirinya
4.       Konseli dapat mengungkap sifat-sifat dirinya.

1.     Panduan fasilitator dan lembar kegiatan konseli,
2.     Metode : analisis, perbandingan, dialog, dan refleksi.
TAHAP 4
“Mengenal Ekspresi Perasaan”
(1 kali pertemuan)
Pengenalan dan penela’ahan berbagai ekspresi perasaan seperti “ bahagia, sedih, marah, kecewa, kesal, dll.
1.       Konseli dapat mengenal berbagai bentuk ekspresi perasaan
2.       Konseli dapat memahami perasaan dari ekspresi yang ditunjukan oleh orang lain atau dirasakan oleh diri sendiri
3.       Konseli dapat menunjukan perasaan dengan tepat dengan cara yang tepat
1.     Panduan fasilitator dan lembar kegiatan konseli.
2.     Metode : analisis ekspresi perasaan, Tanya jawab, demosntrasi dan  refleksi.
TAHAP 5
“ Menghayati Keberanian Orang Lain”
(1 kali pertemuan)
Apresiasi film pendek “ The Power of Dream” yang bercerita tentang oliampiade individu yang memiliki anggota badan tidak lengkap.


1.       Konseli memahami pesan dari film yang diputarkan.
2.       Konseli dapat mengapresiasi sikap positif dari tokoh dalam tayangan
3.       Konseli dapat mengungkapkan pengalaman diri yang paling berkesan dalam mengembangkan dirinya

1.       Panduan fasilitator dan lembar kegiatan konseli
2.       Metode : apresiasi film, analisis peran, Tanya jawab, retrospeksi,  refleksi, dan eksposisi
TAHAP 6
Performance Day
(1 kali pertemuan)
Siswa melakukan beberapa simulasi yang menuntut interaksi dan kerjasama antar siswa, sehingga dari simulasi ini konselor melakukan penele’ahan perilaku sosial dan nilai-nilai melalui penghayatan perasaan, sudut pandang, dan cara berpikir orang lain dalam aktivitas simulasi.
1.       Konseli dapat memahami satu kejadian sebagai bagian dari realitas kehidupan
2.       Konseli dapat memahami sebab dan akibat suatu kejadian
3.       Konseli dapat memahami berbagai peran dalam kehidupan
4.       Konseli memahami pentingnya memahami orang lain dalam kehidupan sehari-hari

1.       Panduan fasilitator dan lembar kegiatan konseli
2.       Satuan Layanan Kegiatan Simulasi
3.       Metode : bermain peran,  analisis kasus, tanya jawab,  dan refleksi.
TAHAP 7
“ Refleksi akhir”
(1 X pertemuan)
Penghargaan dari konselor kepada konseli atas peran serta aktif dalam layanan, penyampaian tawaran konsultasi individual, dan ditutup dengan refleksi akhir.
1.       Konseli dapat memahami keseluruhan proses layanan sebagai bagian dari proses pembelajaran menuju aktualisasi diri
1.       Instrument kecerdasan spiritual siswa sekolah dasar

3.        Efektivitias Layanan Bimbingan dan Konseling Aktualisasi Diri
Hipotesis penelitian berbunyi : “ Layanan Bimbingan dan Konseling Aktualisasi Diri (BKAD) efektif untuk meningkatkan Kecerdasan Spiritual (KS) siswa sekolah dasar “. 
Adapun hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut:
H0 : µ eksperimen = µ kontrol
H1 : µ eksperimen µ kontrol

Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan Uji t independen gain KS pada siswa kelompok layanan dan kontrol.  Lebih lengkap, Tabel 4.11 menggambarkan hasil Uji t  tersebut.

Tabel 1.2
Hasil Uji t Independen Gain Kecerdasan Spiritual
pada Siswa Kelompok Layanan dan Kontrol

Kelompok
Sd
Statistik Uji t

Nilai t-tabel n-2 (28)
Nilai p
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
Eksperimen
79.67
4.967
2.302
2.048
0.029
Signifikan
Kontrol
74,73
6.649

Tabel 1.2 di atas memperlihatkan perbedaan antara kelompok layanan dan kontrol signifikan  pada p < 0,05.  Jika hasil t-hitung = 2.203 ini dikonsultasikan dengan nilai Tabel  t- tabel  dengan derajat kebebasan   n + n  - 2 = 15+15 – 2 = 28 dan  = 99,5% (2.048). Harga t hitung lebih besar dari t-tabel pada derajat kebebasan 28 dan taraf kepercayaan 99,5 %. Dengan demikian Ho ditolak dan H diterima.
Hal ini berarti Layanan BKAD yang diberikan kepada kelompok layanan efektif untuk meningkatkan KS dibandingkan dengan model lain yang diterapkan kepada pelaku pada kelompok kontrol.
Perubahan pada kelompok layanan dapat dilihat dari selisih capaian skor pada masa pra layanan dan pasca pemberian layanan. Tiga belas indikator yang masing-masing merepresentasikan empat dimensi KS, menunjukan perubahan positif, kecuali pada dua indikator, yaitu indikator menerima perbedaan, dan indikator bertanggung jawab.
Hasil tesebut menunjukan secara statistik berdasarkan hasil capaian skor pada setiap indikator dan aspek terjadi peningkatan, yang dapat diartikan bahwa layanan BKAD efektif untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa. Namun demikian hal tersebut tidak bisa dimaknai secara kaku, karena capaian skor tidak selamanya berbanding lurus dengan tindakan dalam bentuk perilaku siswa. Oleh karena itu perlu disikapi dengan layanan yang berkelanjutan dan lebih komprehensif.

D.       Penutup
Tingkat kecerdasan spiritual siswa kelas lima sekolah dasar di desa Banjaran Wetan berada pada kategori kecerdasan spiritual yang cukup cakap. Hasil studi pendahuluan untuk setiap sekolah pun, yaitu SDN Cihamerang, SDN Batukeris, SDN Kiarapayung 2, dan SDN Banjaran V menunjukan pencapaian siswa kelas lima berada pada kategori cukup cakap pada setiap dimensi kecerdasan spiritual.
Hasil validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap rumusan layanan bimbingan dan konseling aktualisasi diri dinilai layak sebagai suatu kerangka kerja layanan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa.
Layanan Bimbingan dan Konseling Aktualisasi Diri untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa menunjukkan hasil yang efektif untuk membantu meningkatkan keempat dimensi kecerdasan spiritual, kecuali pada dua indikator mengenali diri sendiri, dan indikator bertanggun jawab.

Daftar Pustaka
Amram Yosi & Dryer, D. Christopher. (2008). The Integrated Spiritual Intelligence Scale (ISIS): Development and Preliminary Validation [online]. tersedia: www.yosiamram.net/docs/7_Dimensions_of_SI_PA_confr_paper_Yosi_Amram.pdf  [15 Juli 2010].
Brown, Michael B. (2006). “ School-Based Health centers: Implication for Counselor”. Journal of Counseling and Development. 84, 187-191.
Dahlan, M.D. (2003), Presfektif Filosofis-Religius dalam Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Dalam kumpulan makalah utama Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling.
Hurlock, Elizabeth. (1994). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Miller, Lisa. (2006). Spirituality, health and medical care of children and adolescents. [Online] tersedia di: http://pdfs.journals.lww.com [ 20 Juni 2010].
Mohamad Surya. (1996). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Publikasi Jurusan PPB-FIP UPI Bandung.
Nurihsan, Juntika & Sudianto, Akur (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar; Kurikulum 2004. Jakarta: Grasindo.
Supriatna, Mamat. (2010). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. Disertasi (tidak diterbitkan). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.
Tamim, Daris (2009). Program bimbingan dan konseling  Untuk mengembangkan kecerdasan spiritual Anak sekolah dasar. Tesis. Bandung: SPs Universitas Pendidikan Indonesia (tidak diterbitkan).
Yusuf, S.L.N dan Nurihsan, J. (2005). Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf. Syamsu LN. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Zohar, D.& Marshall, I. (2002), SQ. Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Penerbit Mizan. 

3 Responses so far.

  1. Unknown says:

    salam..
    bagi semua yg berkunjung dan membaca artikel hasil penelitian ini, tolong berikan komentar yg membangun..

    semoga selalu berada dalam lindungan Sang Pencipta,,,

  2. Anonim says:

    Kang, tolong d posting ttg BK d skul dong..
    Makasihh...

  3. Unknown says:

    to : anonim
    insyallah segera di posting tentang layanan BK di sekolah, stay tune saja..
    BTW ini mahasiswa BK mana yah? sukses terus ya..

Leave a Reply