PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING 
Prosedur Penyusunan, Komponen, Evaluasi Dan Tindak Lanjut )

Oleh : Aam Imaddudin


A.   Dasar Pemikiran
Tingkat keterdidikan penduduk suatu bangsa adalah sebuah barometer peradaban sebuah bangsa. Karena melalui pendidikan tunas-tunas bangsa diajar, dilatih dan dibimbing untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan yaitu menjadi manusia seutuhnya yang memiliki keterampilan hidup, mempunyai kesadaran sosial, dan memiliki keyakinan akan adanya Tuhan.

Pendidikan di Indonesia dikembangkan berdasarkan pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN No.20 Th.2003 ), yang mempunyai tujuan sebagai berikut :  Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN No.20 Th 2003 Bab II Pasal 3).

Pendidikan diarahkan bukan hanya untuk mengasah kemampuan kognisi semata, namun secara keseluruhan sebagaimana tercantum di dalam tujuan pendidikan di atas adalah terbentuknya individu yang memiliki kepribadian yang utuh, yang berakhlak mulia, kreatif dan mandiri, dengan kata lain terbentuknya individu yang memiliki keseimabangan lahir dan batin.


Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu menurut Juntika (2006:3) adalah dengan pendidikan yang bermutu, yang tidak hanya melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalitas dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-cita.

Proses mewujudkan pendidikan yang bermutu di sekolah memerlukan kerjasama yang padu dari semua pihak yang terkait (sekolah, orang tua, pemerintah pusat dan setempat, dan lembaga pemerhati pendidikan). Untuk pencapaian tujuan pendidikan dan terbentuknya para peserta didik yang sukses secara akademis dan tumbuh optimal, menurut Juntika (2006:4), harus terjalin kersama antara para praktisi pendidikan yaitu; manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan, sebab ketiganya merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Bagan 1.1
Wilayah Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal
(DEPDIKNAS, 2007:25 )


Ketiga komponen tersebut harus berfungsi dengan baik, jika salah satu komponen tidak berjalan dengan baik, maka proses pendidikan dan out-put yang dihasilkan akan pincang. Dalam hal ini, bukan harus saling mengedepankan kepentingan, karena seluruh komponen memiliki peran penting dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas, sinergitas dan tanggung jawab bersama adalah kunci dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas guna mencetak individu-individu yang memiliki keutuhan pribadi.

Pada awalnya kebutuhan terhadap layanan Bimbingan dan Konseling hanya sebatas dalam penanganan anak bermasalah dan pemberian informasi karir saja. Namun, zaman terus berubah, kebutuhan manusia terus berubah, masyarakat dan peradaban pun berubah, begitu pun dengan perkembangan dan kebutuhan para remaja (siswa dan pelajar) juga berubah.


Saat ini para remaja berhadapan dengan masalah-masalah yang mungkin tidak ada di zaman generasi sebelumnya. Walaupun dalam beberapa hal terdapat persamaan masalah seperti ; bermasalah dengan guru, orang tua, dan teman sebaya. Namun setiap individu tumbuh dan berkembang pada kurun waktu, budaya, dan masyarakat yang berbeda, yang tentunya akan membutuh jenis layanan yang berbeda.

Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh para peserta didik saat ini ditambah dengan tantangan dan persaingan dalam setiap aspek kehidupan akan mampu dilalui jika para peserta didik memiliki keterampilan hidup dan kepribadian yang kuat. Sehingga saat ini pendidikan bukan hanya diharapkan bisa menciptakan individu-individu yang memiliki kemampuan akademik saja, namun pendidikan diharapkan bisa menciptakan sosok pribadi yang utuh, sehat secara jasmaniah dan rohaniah.

Hal tersebut di atas menuntut peningkatan kualitas layanan bimbingan dan konseling, baik dilihat dari sisi peningkatan kualitas konselor, maupun peningkatan kualitas program bimbingan dan konseling. Peningkatan kualitas dalam praktik bimbingan dan konseling bertujuan untuk meningkatkan pengakuan masyarakat terhadap profesi bimbingan dan konseling. William J. Kolarik (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa kualitas mutu layanan bimbingan akan mendapatkan pengakuan jika layanan bimbingan dan konseling mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh para konseli.

Secara lebih rinci Goetsch& Davis (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa mutu layanan bimbingan dan konseling merujuk pada proses dan produk layanan bimbingan dan konseling yang mampu memenuhi harapan siswa, masyarakat, serta pemerintah. Dengan kata lain, dalam penyusunan program layanan bimbingan harus memperhatikan banyak aspek, dan hal yang paling pokok adalah program yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, dan tidak melenceng dari tujuan pendidikan. Oleh karena itu penyusunan dan pengembangan program BK harus berdasar pada analisis kebutuhan yang valid dan reliabel, sehingga data yang dihasilkan bisa dijadikan dasar pengembangan program.

Dari permasalahan yang dikemukakan di atas, muncul  pertanyaan apakah program bimbingan dan konseling yang ada saat ini sudah bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan yang muncul pada diri para siswa, bagaimana proses pengembangan program bimbingan dan konseling saat ini?. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mengkaji dan membincang permasalahan pengembangan program bimbingan dan konseling ini dalam koridor akademis.

B.   Program Bimbingan dan Konseling Kompehensif - Perkembangan
Praktek layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah praktek yang akan  selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perubahan zaman. Berbagai model, pendekatan dan program bimbingan dan konseling telah berkembang. Sciarra (2004:4-7) menjelaskan terdapat empat periode perkembangan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu: 1) periode Vocational Guidance pada rentang tahun 1900-1925 dengan tokoh seperti Jesse B. Davis di Grand Rapids, Michigan dan Frank Parsons yang mendirikan Vocational Buereau pada masa revolusi industri tepatnya pada tahun 1908 di Boston, 2) periode kedua sekitar tahun 1930 – 1942 fokus bimbingan dan konseling di sekolah menurut Gysbers & Henderson (Scirra, 2004:6) lebih diarahkan pada Mental Health, tapi bimbingan yang terkait dengan vokasi pun masih tetap dikembangkan, 3) periode ketiga yaitu periode Personal adjustment pada rentang tahun 1942 – 1970 salah satu ikon perkembangannya adalah Carl Rogers dengan konsep Client Centered Therapy, dan 4) periode ke empat adalah periode Developmental Guidance yang berkembang pada 1970 sampai saat ini.

Secara teoritis Bimbingan dan Konseling Komprehensif - Perkembangan berangkat dari gagasan Myrick (1993:25) yang menyatakan ” developmental guidance and counseling assumes that human nature moves individuals sequentially and positively toward self-enhancement. It recognizes there is a force within each of us that make us believe that we are special and there is no body like us. It also assumes that our individual potentials are valuable assets to society and the future of humanity.

Program bimbingan dan konseling komprehensif-perkembangan disusun untuk memfasilitasi seluruh aspek perkembangan siswa. Gysbers & Handerson (Moore – Thomas, 2004 : 257) mengemukakan bahwa program bimbingan dan konseling perkembangan disajikan secara reguler dan sistematis sehingga memungkinkan siswa untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya.

Gysbers & Handerson (Sciarra, 2004:11) menegaskan tiga presmis utama yang harus dipahami oleh konselor sekolah dalam melaksanakan program bimbingan dan konseling perkembangan.

Pertama, Guidance is a program. Bimbingan adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk membantu siswa dalam mendefinisikan tujuan melalui tahapan pencapaian kompotensi secara bertahap. Karena bimbingan merupakan sebuah program, konselor harus secara kontinyu melakukan evaluasi terhadap efektivitas program, oleh karena itu, evaluasi program merupakan salah satu komponen utama dalam program bimbingan dan konseling perkembangan

Kedua, Guidance is comprehensive and developmental. Konselor harus mengatur aktivitas-aktivitas program dalam sebuah layanan dasar yang terencana untuk membantu seluruh siswa menguasai kompetensi yang terangkum dalam kurikulum bimbingan. Fokus pertama adalah program bimbingan dan konseling harus mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan dan layanan  untuk membantu seluruh siswa untuk tumbuh dan berkembang. Fokus kedua adalah layanan untuk siswa-siswa yang memiliki permasalahan yang khusus.

Ketiga, Guidance is team effort. Secara keseluruhan sistem manajemen dan fasilitas yang ada dalam layanan bimbingan dan konseling harus mampu melibatkan berbagai  komponen sekolah untuk melakukan konsultasi dan berkolaborasi. Sebagai contoh, dalam mendistribusikan materi layanan dapat diintegrasikan dengan beberpa mata pelajaran yang terkait dengan materi layanan bimbingan dan konseling. Selain guru, komponen penting yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling adalah pihak orang tua, dan pihak-pihak yang terkait seperti komunitas orang tua (dewan sekolah), dan lembaga-lembaga yang bisa bekerjasama.


C.   Definisi Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif - Perkembangan

Program sering diartikan sebagai sederetan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai sesuatu. Hornby & Parnwell (Ipah Saripah, 2006:64) mendefinisikan program sebagai “plan of what is to be done”. Dalam konteks pendidikan, program juga merupakan bagian dari kurikulum, sebagaimana diungkapkan oleh Smith, Krouse, & Atkinson (Ipah Saripah, 2006:64) “program is the body of subjects, topics, and learning experiences that constitute curriculum. Program dalam layanan bimbingan dan konseling merupakan rencana menyeluruh dari aktivitas suatu lembaga atau unit yang berisi layanan-layanan yang terencana beserta waktu pelaksanaan dan pelaksananya (Andi Mappiare A.T., 2006:254). Ipah Saripah (2006:64) mengartikan program dalam bimbingan dan konseling sebagai seperangkat rencana kerja bimbingan yang disusun secara sistematis dan terencana, berdasarkan kompetensi yang diharapkan.

Program bimbingan dan konseling dalam konteks bimbingan dan konseling komprehensif perkembangan terintegrasi dengan kurikulum yang mendukung pencapaian visi dan misi sekolah, seperti ditegaskan oleh Gysbers & Handerson (Moore – Thomas, 2004 : 257) bahwa “ ...true comprehensive, developmental school counseling programs are well integrated into a curriculum that supports the mission of the school district, and complement the existing academic programs. Borders & Durry ( Moore – Thomas, 2004 : 257 ) menyatakan bahwa Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan adalah program yang bersifat proaktif, preventif, dan bersifat mengarahkan dalam proses membantu seluruh siswa menemukan pengetahuan, keterampilan, self-awareness, dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam proses perkembangan individu.

Dari berbagai definisi di atas maka yang dimaksud dengan program bimbingan dan konseling adalah serangkaian rencana kegiatan layanan yang yang disusun secara sistematis berdasarkan pada analisis kebutuhan, dan secara keseluruhan bertujuan untuk menunjang pencapaian tujuan, visi dan misi sekolah. Berikut ini adalah gambaran dari Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan ( Moore – Thomas, 2004 : 257 ) :
a.   program bimbingan dan konseling perkembangan menyediakan serangkaian program 
     untuk setiap jenjang kelas;
b.   memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk mempelajari berbagai keterampilan, 
     pengetahuan, dan sikap-sikap yang diperlukan untuk perkembangan yang sehat;
c.    Mendukung pencapaian tujuan dan filosofi sekolah;
d.    menjadi bagian dari keseluruhan program sekolah; dan
e.    melibatkan seluruh stap sekolah, orang tua dan sejumlah komunitas terkait.

D.   Karakteristik Program Bimbingan dan Konseling  yang Efektif

Sebagai  layanan yang profesional maka layanan Bimbingan dan Konseling saat ini harus memperhatikan kebutuhan siswa. William J. Kolarik (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa kualitas mutu layanan bimbingan akan mendapatkan pengakuan jika layanan Bimbingan dan Konseling mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh para konseli. Secara lebih rinci Goetsch& Davis (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa mutu layanan bimbingan dan konseling merujuk pada proses dan produk layanan bimbingan dan konseling yang mampu memenuhi harapan siswa, masyarakat, serta pemerintah.

Dengan kata lain, dalam penyusunan program layanan bimbingan harus memperhatikan banyak aspek, dan hal yang paling pokok adalah program yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, dan tidak melenceng dari tujuan pendidikan. Oleh karena itu penyusunan dan pengembangan program BK harus berdasar pada analisis kebutuhan yang valid dan reliabel, sehingga data yang dihasilkan bisa dijadikan dasar pengembangan program.

Rochman Natawidjaya (Ipah Saripah, 2006:66) mengemukakan bahwa Program Bimbingan dan Konseling yang baik adalah yang efektif dan efisien dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a)    Program itu disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata dari para siswa 
      yang bersangkutan.
b)    Kegiatan bimbingan disusun menurut skala prioritas yang juga ditentukan berdasarkan
      kebutuhan siswa dan kemampuan petugas.
c)    Program dikembangkan berangsur-angsur dengan melibatkan semua tenaga pendidikan 
     dalam merencanakannya.
d)   Program memiliki tujuan yang ideal, tetapi realistis dalam pelaksanaannya.
e)   Program mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan di antara semua anggota dan 
     staf pelaksananya.
f)     Menyediakan fasilitas yang diperlukan.
g)  Penyusunan disesuaikan dengan program pendidikan di lingkungan yang bersangkutan.
h)  Memberikan kemungkinan pelayanan kepada semua siswa yang bersangkutan.
i)    Memperlihatkan peranan yang penting dalam menghubungkan dan memadukan sekolah
    dan masyarakat.
j)     Berlangsung sejalan dengan proses penilaian diri, baik mengenai program itu sendiri 
     maupun kemajuan dari siswa yang dibimbing, serta mengenai kemajuan pengetahuan, 
     keterampilan dan sikap para petugas pelaksananya.
k)    Program itu menjamin keseimbangan dan kesinambungan pelayanan bimbingan dalam 
     hal 1) pelayanan kelompok dan individual; 2) pelayanan yang diberikan oleh petugas
     bimbingan; 3) penggunaan alat pengukur yang obyektif dan subyektif; 4) penela’ahan 
     tentang siswa dan pemberian bimbingan; 5) pelayanan diberikan dalam berbagai jenis
     bimbingan; 6) pemberian bimbingan umum dan khusus; 7) pemberian bimbingan 
     tentang berbagai program sekolah ; 8) penggunaan sumber-sumber di dalam dan 
     di luar sekolah; 9) kesempatan untuk berpikir, merasakan, dan berbuat; 
    10) kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat.


E.   Komponen Program Bimbingan dan Konseling

Program bimbingan dan konseling yang akan dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini merujuk pada model yang dikembangkan oleh  Robert D. Myrick (1993) yaitu program bimbingan dan konseling perkembangan, dan bimbingan dan konseling perkembangan komprehensif yang dikembangkan oleh  Norman Gysbers dan Patricia Henderson (Muro & Kottman, 1995 : 5).

Ruang lingkup program bimbingan dan konseling pada intinya mengacu pada empat komponen utama yang gagas oleh Gysbers dan Henderson (Muro dan Kottman, 1995: 5) yaitu : a) guidance curriculum, b) responsive service, c) individual planning, 4)  system support.

1.     Guidance Curriculum (Pelayanan Dasar)
Gysbers & Handerson (Muro & Kottman, 1995:5) mengunkapkan guidance curriculum is the core of the developmental approach. Kurikulum bimbingan menggambarkan tujuan untuk setiap kegiatan bimbingan dan merancang kompetensi siswa pada setiap tingkatannya.
Gysbers (CSCA, 2000:29) mengemukakan “ ... the curriculum component typically consist of student competencies and structured activities presented systematically trhough classroom or group activities.  The curriculum is organized around three major content areas: academic, career and personal/social. Guidance curriculum  dalam konteks layanan bimbingan dan konseling di Indonesia diterjemahkan dengan pelayanan dasar. 


Dirjen PMTK (2007:208) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan layanan dasar adalah : “ proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani keputusannya”.

Fokus perilaku yang dikembangkan melalui pelayanan dasar menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Layanan dasar ini diperuntukan bagi semua siswa, dengan tujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan yang normal, memajukan pertumbuhan pribadi yang positif dan mendampingi mereka untuk memperoleh dan memanfaatkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk pengisian peran hidup mereka yang banyak.

2.     Pelayanan Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan  perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya (Dirjen PMPTK, 2007:210).

Komponen layanan perencanaan individual terdiri dari berbagai aktivitas yang difokuskan sebagai pendampingan setiap per-orangan siswa agar dapat mengembangkan, menganalisis dan mengevaluasi tujuan serta rencana pendidikan, karier dan pribadinya. Kegiatan-kegiatan perencanaan individual ditujukan pada objek yang sama untuk seluruh siswa menurut tingkat jenjang pendidikannya. Fungsi konselor dalam komponen ini meliputi pemberian pertimbangan, penempatan dan penilaian individual.

3.     Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang mengahadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan orang tua, guru, alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif (Dirjen PMPTK, 2007:209).

4.     Dukungan Sistem
Administrasi dan manajemen suatu program-konseling-komprehensif di sekolah menuntut suatu kesinambungan sistem pendukung. Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan  guru, staf ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (CSCA, 2000:38).

Dirjen PMPTK (2007:212) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrasturktur (misalnya teknologi informasi dan komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli. Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek : (1) pengembangan jejaring (networking), (2) kegiatan manajemen, (3) riset dan pengembangan.

F.    Langkah-langkah Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling

Fase dalam pengembangan program bimbingan dan konseling disekolah, menurut Gysbers dan Henderson (Muro & Kottman, 1995: 55-61) ada empat fase, yaitu: perencanaan (planning), perancangan (designing), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating).

1.     Perencanaan ( Planning )
Proses perencanaan Program Bimbingan dan Konseling seharusnya dilakukan secara terbuka, dalam arti bukan hanya melibatkan personil Bimbinganm dan Konseling saja, akan tetapi juga melibatkan orang-orang yang memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan.

Gysbers & Henderson (Muro & Kottman, 1995:56) mengemukakan langkah pertama yang harus dilakukan oleh konselor dalam perencanaan program BK adalah membentuk komite yang representatif. Komite ini selanjutnya disebut dengan komite bimbingan dan konseling. Tugas dari komite ini adalah merancang (planning), mendisain ( designing ), mengimplementasikan ( implementing ), dan mengevaluasi (evaluation) program BK yang akan dilaksanakan. Komite ini terdiri dari orang tua, guru, pakar bimbingan, dan tentunya konselor sebagai pengatur dan konsultan komite.

Tugas selanjutnya dari komite ini adalah menetapkan dasar penetapan program. Mendefinisikan program secara operasional yang terdiri dari : (1) identifikasi target populasi layanan (siswa, orang tua, guru), (2) isi pokok program (tujuan dan ruang lingkup program), (3) organisasi program layanan (pengorganisasian layanan bimbingan).

Ahmad Juntika Nurihsan (2005:40) memberikan gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan dalam proses perencanaan, diantaranya : (1) analisis kebutuhan dan permasalahan siswa; (2) penentuan tujuan program layanan bimbingan yang hendak dicapai; (3) analisis situasi dan kondisi di sekolah, (4) penentuan jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan; (5) penetapan metode dan teknik yang digunakan dalam kegiatan; (6) penetapan personel-personel yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan; (7) persiapan fasilitas dan biaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan bimbingan yang direncanakan; (8) perkiraan tentang hambatan-hambatan yang akan ditemui dan usaha apa yang akan dilakukan dalam mengatasinya.

2.     Perancangan (Desaigning)
Sebagai arahan dalam mendisasin program bimbingan dan konseling komprehensif Gysbers & Handerson mengembangkan tujuh tahap untuk mewujudkan disain program BK sebagai berikut :
·         memilih struktur dasar program;
·         merancang komptensi siswa;
·         menegaskan kembali dukungan kebijakan;
·         menetapkan parameter untuk alokasi sumber daya;
·         menetapkan hasil yang akan dicapai oleh siswa;
·         menetapkan aktivitas secara spesifik yang sesuai dengan komponen program;
·         mendistribusikan pedoman pelaksanaan program;

3.     Penerapan ( Implementing )
Setelah melalui proses perencanaan dan disain yang baik, tahap berikutnya adalah tahap implementasi. Dalam menerapkan program, konselor sebaiknya perlu memiliki kesiapan untuk melaksanakan setiap kegiatan yang telah dirancang sebelumnya.  sehingga terdapat kesesuaian antara program yang telah dirancang dengan pelaksanaan di lapangan dan program terlaksana dengan baik.

Proses implementasi sejumlah kegiatan dari keseluruhan program harus didasarkan skala prioritas yang didapatkan dari hasil analisis kebutuhan. Selain itu penerapan program bimbingan dan konseling yang telah dirancang dengan baik, seyogianya diset dalam alokasi waktu satu tahun ajaran. Muro & Kottman (1995:60) mengemukakan “ implementation of a program works best when plans are developed for an entire school year. It will be helpful if the overall plan is broken down into monthly and weekly segments that direct the delivery of the guidance program as well as specialized counseling service”.

4.     Evaluasi.
Evaluasi menjadi umpan balik secara berkesinambungan bagi semua tahap pelaksanaan program. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan, baik untuk perbaikan maupun pengembangan program di masa yang akan datang.  Evaluasi juga dimaksudkan untuk menguji keberhasilan atau pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 

Tolley & Rowland (Ipah Saripah, 2006:70) mengemukakan bahwa evaluasi terhadap efektivitas program bimbingan dan konseling dapat dilihat dari tiga indikator, yakni proses, hasil jangka menengah, dan hasil akhir. Evaluasi mempunyai fungsi untuk menentukan layak tidaknya suatu program. Evaluasi adalah proses penilaian dengan jalan membandingkan antara tujuan  yang diharapkan dengan kemajuan prestasi yang dicapai.  Pada dasarnya evaluasi program merujuk pada seluruh aspek perencanaan yang telah dilakukan. Alur proses evaluasi dapat dilihat pada bagan 1.2 di bawah ini.
Bagan 2.1
Alur Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling



Evaluasi dan tindak lanjut merupakan kegiatan yang dilaksanakan beriringan pada saat inventarisasi kebutuhan dan pengembangan disain program (pra program), implementasi program (proses program) dan sesudah implementasi program (hasil program). Tujuannya adalah untuk menentukan keputusan terhadap kualitas pra program, proses program dan hasil program sehingga dapat ditentukan langkah tindak lanjut yang dibutuhkan untuk pengembangan program selanjutnya.
1)      Teknik Evaluasi
      Evaluasi diselenggarakan menggunakan teknik non-tes.
2)      Bentuk Evaluasi
      a.       Angket keterserapan program bimbingan dan konseling
      b.      Format catatan (anekdot) kegiatan bimbingan dan konseling
      c.       Instrumen pelengkap dalam setiap sesi bimbingan dan konseling sesuai materi

G.     Simpulan
Dari kajian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.  Program bimbingan dan konseling program bimbingan dan konseling adalah serangkaian rencana kegiatan layanan yang yang disusun secara sistematis berdasarkan pada analisis kebutuhan, dan secara keseluruhan bertujuan untuk menunjang pencapaian tujuan, visi dan misi sekolah.
2.    Tahap pengembangan program bimbingan dan konseling mengacu pada proses perencanaan (planning), perancangan (designing), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating).
3. Evaluasi dan tindak lanjut merupakan kegiatan yang dilaksanakan beriringan pada saat inventarisasi kebutuhan dan pengembangan disain program (pra program), implementasi program (proses program) dan sesudah implementasi program (hasil program). Tahap evaluasi program bimbingan dan konseling mengacu pada:  evaluasi Context (konteks program), Input (masukan program), Proccess (proses program), dan evaluasi  Product (hasil program)

Implikasi Dalam Praktik Bimbingan dan Konseling
Program bimbingan dan konseling dalam praktiknya di sekolah merupakan guide line dan  frame of work yang menjadi gambaran praktik profesional layanan bimbingan dan konseling, oleh karena itu pengembangan program bimbingan bukan lagi sebagai ritual administratif yang sangat senjang antara program yang dikembangkan dengan pelaksanaannya.
Program bimbingan harus dikembangkan sebagai bentuk pengakomodaasian kebutuhan siswa dan sebagai sarana pencapaian tujuan pendidikan yaitu tercapainya perkembangan siswa yang optimal yang bisa diukur dan dilihat dalam berbagai indikator yang jelas.

 


DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsyudin Makmun. (2003). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:Rosda


Ahmad Juntika Nurihasan. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung :Refika Aditama
_____________ (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung : Refika Aditama
Connecticut School Counselor Associatiton (2000). Connecticut Comprehensive School Counseling Program. Connecticut : CSCA incorporation with CACES and CSDE

Departemen Pendidikan Nasional (2007).  Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung : Jurusan Psikologi Pendidikan FIP UPI Bandung Bekerjasama dengan PB. ABKIN

Hurlock, Elizabeth. (1994). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga


Ipah Saripah. (2006). ” Program Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak”. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung : tidak diterbitkan


Mohamad Surya. (1996). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : Publikasi Jurusan PPB-FIP UPI Bandung

Muro, James J & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling In The Elementary and Middle School : A Practical Approaches. USA : Wm. C Brown Communication, Inc.

Moree, Cheryl .(2004).”Comprehensive Developmental School Counseling Program” dalam Professional School Counseling : A Handbook of Theories, Program & Practices. Ed. Erford, Bradley T. Austin – Texas :  CAPS Press.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2003). Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung : ROSDA

PUSKUR. (2002). Panduan Pelayanan BK Berbasis Kompetensi. Jakarta : Pusat Pengembangan Kurikulum


Sciarra, Daniel T. (2004).  School Counseling ; Foundation and Contemporary Issues. Belmont USA : Brooks/ Cole -  Thomson Learning


Syamsu Yusuf  . (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda


_____________.(2002). Panduan Pelayanan BK Berbasis Kompetensi. Jakarta : Pusat Pengembangan Kurikulum


Syamsu Yusuf & Ahmad Juntika Nurihsan (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Kerjasama Program Pasca Sarjana UPI dengan PT Remaja Rosdakarya.


Universitas Pendidikan Indonesia. (2009). Pedoman Karya Tulis Ilmiah.  Bandung : UPI.


Leave a Reply