PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
( Prosedur Penyusunan, Komponen, Evaluasi Dan Tindak Lanjut )
Oleh : Aam Imaddudin
A.
Dasar Pemikiran
Tingkat keterdidikan
penduduk suatu bangsa adalah sebuah barometer peradaban sebuah bangsa. Karena
melalui pendidikan tunas-tunas bangsa diajar, dilatih dan dibimbing untuk
mencapai sebuah tujuan pendidikan yaitu menjadi manusia seutuhnya yang memiliki
keterampilan hidup, mempunyai kesadaran sosial, dan memiliki keyakinan akan
adanya Tuhan.
Pendidikan di Indonesia
dikembangkan berdasarkan pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN
No.20 Th.2003 ), yang mempunyai tujuan sebagai berikut : Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (UUSPN No.20 Th 2003 Bab II Pasal 3).
Pendidikan diarahkan
bukan hanya untuk mengasah kemampuan kognisi semata, namun secara keseluruhan
sebagaimana tercantum di dalam tujuan pendidikan di atas adalah terbentuknya
individu yang memiliki kepribadian yang utuh, yang berakhlak mulia, kreatif dan
mandiri, dengan kata lain terbentuknya individu yang memiliki keseimabangan
lahir dan batin.
Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu menurut Juntika (2006:3) adalah dengan pendidikan yang bermutu, yang tidak hanya melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalitas dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-cita.
Proses mewujudkan
pendidikan yang bermutu di sekolah memerlukan kerjasama yang padu dari semua
pihak yang terkait (sekolah, orang tua, pemerintah pusat dan setempat, dan
lembaga pemerhati pendidikan). Untuk pencapaian tujuan pendidikan dan
terbentuknya para peserta didik yang sukses secara akademis dan tumbuh optimal,
menurut Juntika (2006:4), harus terjalin kersama antara para praktisi
pendidikan yaitu; manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan, sebab
ketiganya merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Bagan 1.1
Wilayah Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal
(DEPDIKNAS, 2007:25 )
Ketiga komponen tersebut
harus berfungsi dengan baik, jika salah satu komponen tidak berjalan dengan
baik, maka proses pendidikan dan out-put yang dihasilkan akan pincang. Dalam
hal ini, bukan harus saling mengedepankan kepentingan, karena seluruh komponen
memiliki peran penting dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas, sinergitas
dan tanggung jawab bersama adalah kunci dalam mewujudkan pendidikan yang
berkualitas guna mencetak individu-individu yang memiliki keutuhan pribadi.
Pada awalnya kebutuhan
terhadap layanan Bimbingan dan Konseling hanya sebatas dalam penanganan anak
bermasalah dan pemberian informasi karir saja. Namun, zaman terus berubah,
kebutuhan manusia terus berubah, masyarakat dan peradaban pun berubah, begitu
pun dengan perkembangan dan kebutuhan para remaja (siswa dan pelajar) juga
berubah.
Saat ini para remaja berhadapan dengan masalah-masalah yang mungkin tidak ada di zaman generasi sebelumnya. Walaupun dalam beberapa hal terdapat persamaan masalah seperti ; bermasalah dengan guru, orang tua, dan teman sebaya. Namun setiap individu tumbuh dan berkembang pada kurun waktu, budaya, dan masyarakat yang berbeda, yang tentunya akan membutuh jenis layanan yang berbeda.
Kompleksitas masalah
yang dihadapi oleh para peserta didik saat ini ditambah dengan tantangan dan
persaingan dalam setiap aspek kehidupan akan mampu dilalui jika para peserta
didik memiliki keterampilan hidup dan kepribadian yang kuat. Sehingga saat ini
pendidikan bukan hanya diharapkan bisa menciptakan individu-individu yang
memiliki kemampuan akademik saja, namun pendidikan diharapkan bisa menciptakan
sosok pribadi yang utuh, sehat secara jasmaniah dan rohaniah.
Hal tersebut di atas
menuntut peningkatan kualitas layanan bimbingan dan konseling, baik dilihat
dari sisi peningkatan kualitas konselor, maupun peningkatan kualitas program
bimbingan dan konseling. Peningkatan kualitas dalam praktik bimbingan dan
konseling bertujuan untuk meningkatkan pengakuan masyarakat terhadap profesi
bimbingan dan konseling. William J. Kolarik (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan
bahwa kualitas mutu layanan bimbingan akan mendapatkan pengakuan jika layanan
bimbingan dan konseling mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh para konseli.
Secara lebih rinci
Goetsch& Davis (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa mutu layanan
bimbingan dan konseling merujuk pada proses dan produk layanan bimbingan dan
konseling yang mampu memenuhi harapan siswa, masyarakat, serta pemerintah.
Dengan kata lain, dalam penyusunan program layanan
bimbingan harus memperhatikan banyak aspek, dan hal yang paling pokok adalah
program yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, dan
tidak melenceng dari tujuan pendidikan. Oleh karena itu penyusunan dan
pengembangan program BK harus berdasar pada analisis kebutuhan yang valid dan
reliabel, sehingga data yang dihasilkan bisa dijadikan dasar pengembangan
program.
Dari permasalahan yang
dikemukakan di atas, muncul pertanyaan
apakah program bimbingan dan konseling yang ada saat ini sudah bisa menjawab
kebutuhan-kebutuhan yang muncul pada diri para siswa, bagaimana proses
pengembangan program bimbingan dan konseling saat ini?. Oleh karena itu dirasa
perlu untuk mengkaji dan membincang permasalahan pengembangan program bimbingan
dan konseling ini dalam koridor akademis.
B. Program Bimbingan dan Konseling Kompehensif -
Perkembangan
Praktek layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah praktek yang
akan selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
perubahan zaman. Berbagai model, pendekatan dan program bimbingan dan konseling
telah berkembang. Sciarra (2004:4-7) menjelaskan terdapat empat periode
perkembangan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu: 1) periode Vocational Guidance pada rentang tahun
1900-1925 dengan tokoh seperti Jesse B. Davis di Grand Rapids, Michigan dan
Frank Parsons yang mendirikan Vocational
Buereau pada masa revolusi industri tepatnya pada tahun 1908 di Boston, 2)
periode kedua sekitar tahun 1930 – 1942 fokus bimbingan dan konseling di
sekolah menurut Gysbers & Henderson (Scirra, 2004:6) lebih diarahkan pada Mental Health, tapi bimbingan yang
terkait dengan vokasi pun masih tetap dikembangkan, 3) periode ketiga yaitu
periode Personal adjustment pada
rentang tahun 1942 – 1970 salah satu ikon perkembangannya adalah Carl Rogers
dengan konsep Client Centered Therapy,
dan 4) periode ke empat adalah periode Developmental
Guidance yang berkembang pada 1970 sampai saat ini.
Secara teoritis Bimbingan dan Konseling Komprehensif - Perkembangan
berangkat dari gagasan Myrick (1993:25) yang menyatakan ” developmental guidance and counseling assumes that human nature moves
individuals sequentially and positively toward self-enhancement. It recognizes
there is a force within each of us that make us believe that we are special and
there is no body like us. It also assumes that our individual potentials are
valuable assets to society and the future of humanity.
Program bimbingan dan konseling
komprehensif-perkembangan disusun untuk memfasilitasi seluruh aspek
perkembangan siswa. Gysbers & Handerson (Moore – Thomas, 2004 : 257) mengemukakan bahwa program
bimbingan dan konseling perkembangan disajikan secara reguler dan sistematis
sehingga memungkinkan siswa untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan tahap
pertumbuhan dan perkembangannya.
Gysbers & Handerson (Sciarra, 2004:11) menegaskan tiga presmis utama
yang harus dipahami oleh konselor sekolah dalam melaksanakan program bimbingan
dan konseling perkembangan.
Pertama, Guidance is a program. Bimbingan adalah serangkaian kegiatan
yang dirancang untuk membantu siswa dalam mendefinisikan tujuan melalui tahapan
pencapaian kompotensi secara bertahap. Karena bimbingan merupakan sebuah
program, konselor harus secara kontinyu melakukan evaluasi terhadap efektivitas
program, oleh karena itu, evaluasi program merupakan salah satu komponen utama
dalam program bimbingan dan konseling perkembangan
Kedua, Guidance is comprehensive and developmental. Konselor harus
mengatur aktivitas-aktivitas program dalam sebuah layanan dasar yang terencana
untuk membantu seluruh siswa menguasai kompetensi yang terangkum dalam
kurikulum bimbingan. Fokus pertama adalah program bimbingan dan konseling harus
mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan dan layanan untuk membantu seluruh siswa untuk tumbuh dan
berkembang. Fokus kedua adalah layanan untuk siswa-siswa yang memiliki
permasalahan yang khusus.
Ketiga, Guidance is team effort. Secara keseluruhan sistem manajemen
dan fasilitas yang ada dalam layanan bimbingan dan konseling harus mampu
melibatkan berbagai komponen sekolah
untuk melakukan konsultasi dan berkolaborasi. Sebagai contoh, dalam
mendistribusikan materi layanan dapat diintegrasikan dengan beberpa mata
pelajaran yang terkait dengan materi layanan bimbingan dan konseling. Selain
guru, komponen penting yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan Program
Bimbingan dan Konseling adalah pihak orang tua, dan pihak-pihak yang terkait
seperti komunitas orang tua (dewan sekolah), dan lembaga-lembaga yang bisa
bekerjasama.
C. Definisi Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif - Perkembangan
Program sering diartikan
sebagai sederetan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai sesuatu.
Hornby & Parnwell (Ipah Saripah, 2006:64) mendefinisikan program sebagai “plan of what is to be done”.
Dalam konteks pendidikan, program juga merupakan bagian
dari kurikulum, sebagaimana diungkapkan oleh Smith, Krouse, & Atkinson
(Ipah Saripah, 2006:64) “program is the
body of subjects, topics, and learning experiences that constitute curriculum.
Program dalam layanan bimbingan dan konseling merupakan
rencana menyeluruh dari aktivitas suatu lembaga atau unit yang berisi
layanan-layanan yang terencana beserta waktu pelaksanaan dan pelaksananya (Andi
Mappiare A.T., 2006:254). Ipah Saripah (2006:64) mengartikan program dalam
bimbingan dan konseling sebagai seperangkat rencana kerja bimbingan yang
disusun secara sistematis dan terencana, berdasarkan kompetensi yang diharapkan.
Program bimbingan dan
konseling dalam konteks bimbingan dan konseling komprehensif perkembangan terintegrasi
dengan kurikulum yang mendukung pencapaian visi dan misi sekolah, seperti
ditegaskan oleh Gysbers & Handerson (Moore – Thomas, 2004 : 257) bahwa “ ...true comprehensive, developmental
school counseling programs are well integrated into a curriculum that supports
the mission of the school district, and complement the existing academic
programs.” Borders & Durry ( Moore – Thomas, 2004 : 257 )
menyatakan bahwa Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan adalah program
yang bersifat proaktif, preventif, dan bersifat mengarahkan dalam proses
membantu seluruh siswa menemukan pengetahuan, keterampilan, self-awareness, dan sikap-sikap yang
dibutuhkan dalam proses perkembangan individu.
Dari berbagai definisi
di atas maka yang dimaksud dengan program bimbingan dan konseling adalah
serangkaian rencana kegiatan layanan yang yang disusun secara sistematis
berdasarkan pada analisis kebutuhan, dan secara keseluruhan bertujuan untuk
menunjang pencapaian tujuan, visi dan misi sekolah. Berikut ini adalah gambaran
dari Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan ( Moore – Thomas, 2004 : 257
) :
a. program bimbingan dan konseling perkembangan menyediakan serangkaian
program
untuk setiap jenjang kelas;
untuk setiap jenjang kelas;
b. memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk
mempelajari berbagai keterampilan,
pengetahuan, dan sikap-sikap yang diperlukan untuk perkembangan yang sehat;
pengetahuan, dan sikap-sikap yang diperlukan untuk perkembangan yang sehat;
c. Mendukung pencapaian tujuan dan filosofi sekolah;
d. menjadi bagian dari keseluruhan program sekolah; dan
e. melibatkan seluruh stap sekolah, orang tua dan sejumlah
komunitas terkait.
D.
Karakteristik Program
Bimbingan dan Konseling yang Efektif
Sebagai layanan yang profesional maka layanan
Bimbingan dan Konseling saat ini harus memperhatikan kebutuhan siswa. William
J. Kolarik (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa kualitas mutu layanan
bimbingan akan mendapatkan pengakuan jika layanan Bimbingan dan Konseling mampu
memenuhi apa yang diharapkan oleh para konseli. Secara lebih rinci Goetsch&
Davis (Nurihsan, 2006: 55) mengungkapkan bahwa mutu layanan bimbingan dan
konseling merujuk pada proses dan produk layanan bimbingan dan konseling yang
mampu memenuhi harapan siswa, masyarakat, serta pemerintah.
Dengan kata lain, dalam
penyusunan program layanan bimbingan harus memperhatikan banyak aspek, dan hal
yang paling pokok adalah program yang dikembangkan harus sesuai dengan
kebutuhan siswa, sekolah, dan tidak melenceng dari tujuan pendidikan. Oleh
karena itu penyusunan dan pengembangan program BK harus berdasar pada analisis
kebutuhan yang valid dan reliabel, sehingga data yang dihasilkan bisa dijadikan
dasar pengembangan program.
Rochman Natawidjaya
(Ipah Saripah, 2006:66) mengemukakan bahwa Program Bimbingan dan Konseling yang
baik adalah yang efektif dan efisien dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a) Program itu disusun dan dikembangkan berdasarkan
kebutuhan nyata dari para siswa
yang bersangkutan.
yang bersangkutan.
b) Kegiatan bimbingan disusun menurut skala prioritas yang
juga ditentukan berdasarkan
kebutuhan siswa dan kemampuan petugas.
kebutuhan siswa dan kemampuan petugas.
c) Program dikembangkan berangsur-angsur dengan melibatkan
semua tenaga pendidikan
dalam merencanakannya.
dalam merencanakannya.
d) Program memiliki tujuan yang ideal, tetapi realistis
dalam pelaksanaannya.
e) Program mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan di
antara semua anggota dan
staf pelaksananya.
staf pelaksananya.
f) Menyediakan fasilitas yang diperlukan.
g) Penyusunan disesuaikan dengan program pendidikan di
lingkungan yang bersangkutan.
h) Memberikan kemungkinan pelayanan kepada semua siswa yang
bersangkutan.
i) Memperlihatkan peranan yang penting dalam menghubungkan
dan memadukan sekolah
dan masyarakat.
dan masyarakat.
j) Berlangsung sejalan dengan proses penilaian diri, baik
mengenai program itu sendiri
maupun kemajuan dari siswa yang dibimbing, serta mengenai kemajuan pengetahuan,
keterampilan dan sikap para petugas pelaksananya.
maupun kemajuan dari siswa yang dibimbing, serta mengenai kemajuan pengetahuan,
keterampilan dan sikap para petugas pelaksananya.
k) Program itu menjamin keseimbangan dan kesinambungan
pelayanan bimbingan dalam
hal : 1) pelayanan kelompok dan individual; 2) pelayanan yang diberikan oleh petugas
bimbingan; 3) penggunaan alat pengukur yang obyektif dan subyektif; 4) penela’ahan
tentang siswa dan pemberian bimbingan; 5) pelayanan diberikan dalam berbagai jenis
bimbingan; 6) pemberian bimbingan umum dan khusus; 7) pemberian bimbingan
tentang berbagai program sekolah ; 8) penggunaan sumber-sumber di dalam dan
di luar sekolah; 9) kesempatan untuk berpikir, merasakan, dan berbuat;
10) kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat.
hal : 1) pelayanan kelompok dan individual; 2) pelayanan yang diberikan oleh petugas
bimbingan; 3) penggunaan alat pengukur yang obyektif dan subyektif; 4) penela’ahan
tentang siswa dan pemberian bimbingan; 5) pelayanan diberikan dalam berbagai jenis
bimbingan; 6) pemberian bimbingan umum dan khusus; 7) pemberian bimbingan
tentang berbagai program sekolah ; 8) penggunaan sumber-sumber di dalam dan
di luar sekolah; 9) kesempatan untuk berpikir, merasakan, dan berbuat;
10) kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat.
E. Komponen Program Bimbingan dan Konseling
Program bimbingan dan
konseling yang akan dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini merujuk
pada model yang dikembangkan oleh Robert
D. Myrick (1993) yaitu program bimbingan dan konseling perkembangan, dan
bimbingan dan konseling perkembangan komprehensif yang dikembangkan oleh Norman Gysbers dan Patricia Henderson (Muro
& Kottman, 1995 : 5).
Ruang lingkup program
bimbingan dan konseling pada intinya mengacu pada empat komponen utama yang
gagas oleh Gysbers dan Henderson (Muro dan Kottman, 1995: 5) yaitu : a) guidance
curriculum, b) responsive
service, c) individual planning, 4)
system support.
1. Guidance
Curriculum (Pelayanan Dasar)
Gysbers
& Handerson (Muro & Kottman, 1995:5) mengunkapkan guidance
curriculum is the core of the developmental approach. Kurikulum bimbingan
menggambarkan tujuan untuk setiap kegiatan bimbingan dan merancang kompetensi
siswa pada setiap tingkatannya.
Gysbers
(CSCA, 2000:29) mengemukakan “ ... the curriculum component typically
consist of student competencies and structured activities presented
systematically trhough classroom or group activities. The curriculum is organized around three
major content areas: academic, career and personal/social.
Guidance curriculum dalam konteks layanan bimbingan dan konseling
di Indonesia diterjemahkan dengan pelayanan dasar.
Dirjen PMTK (2007:208) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan layanan dasar adalah : “ proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani keputusannya”.
Dirjen PMTK (2007:208) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan layanan dasar adalah : “ proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani keputusannya”.
Fokus
perilaku yang dikembangkan melalui pelayanan dasar menyangkut aspek-aspek
pribadi, sosial, belajar dan karir. Layanan
dasar ini diperuntukan bagi semua siswa, dengan tujuan untuk membekali siswa
dengan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan yang normal, memajukan
pertumbuhan pribadi yang positif dan mendampingi mereka untuk memperoleh dan
memanfaatkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk pengisian peran
hidup mereka yang banyak.
2. Pelayanan Perencanaan Individual
Perencanaan individual
diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan
aktivitas yang berkaitan dengan
perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan
kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia
di lingkungannya (Dirjen PMPTK, 2007:210).
Komponen layanan
perencanaan individual terdiri dari berbagai aktivitas yang difokuskan sebagai
pendampingan setiap per-orangan siswa agar dapat mengembangkan, menganalisis
dan mengevaluasi tujuan serta rencana pendidikan, karier dan pribadinya.
Kegiatan-kegiatan perencanaan individual ditujukan pada objek yang sama untuk
seluruh siswa menurut tingkat jenjang pendidikannya. Fungsi konselor dalam
komponen ini meliputi pemberian pertimbangan, penempatan dan penilaian
individual.
3. Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif
merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang mengahadapi kebutuhan dan
masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera
dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangan. Konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan orang
tua, guru, alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat
dilakukan dalam pelayanan responsif (Dirjen PMPTK, 2007:209).
4. Dukungan Sistem
Administrasi dan
manajemen suatu program-konseling-komprehensif di sekolah menuntut suatu
kesinambungan sistem pendukung. Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan
manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program
bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional, hubungan
masyarakat dan staf, konsultasi dengan
guru, staf ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen
program, penelitian dan pengembangan (CSCA, 2000:38).
Dirjen PMPTK (2007:212)
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dukungan sistem merupakan komponen
pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrasturktur (misalnya teknologi
informasi dan komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara
berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli
atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli. Dukungan sistem ini
meliputi aspek-aspek : (1) pengembangan jejaring (networking), (2) kegiatan manajemen, (3) riset dan pengembangan.
F.
Langkah-langkah Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling
Fase dalam pengembangan
program bimbingan dan konseling disekolah, menurut Gysbers dan Henderson (Muro
& Kottman, 1995: 55-61) ada empat fase, yaitu: perencanaan (planning), perancangan (designing), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating).
1. Perencanaan ( Planning )
Proses perencanaan Program Bimbingan dan Konseling
seharusnya dilakukan secara terbuka, dalam arti bukan hanya melibatkan personil
Bimbinganm dan Konseling saja, akan tetapi juga melibatkan orang-orang yang
memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan.
Gysbers & Henderson (Muro & Kottman, 1995:56)
mengemukakan langkah pertama yang harus dilakukan oleh konselor dalam
perencanaan program BK adalah membentuk komite yang representatif. Komite ini
selanjutnya disebut dengan komite bimbingan dan konseling. Tugas dari komite
ini adalah merancang (planning), mendisain
( designing ), mengimplementasikan ( implementing ), dan mengevaluasi (evaluation) program BK yang akan dilaksanakan. Komite ini terdiri dari orang
tua, guru, pakar bimbingan, dan tentunya konselor sebagai pengatur dan
konsultan komite.
Tugas selanjutnya
dari komite ini adalah menetapkan dasar penetapan program. Mendefinisikan
program secara operasional yang terdiri dari : (1) identifikasi target populasi
layanan (siswa, orang tua, guru), (2) isi pokok program (tujuan dan ruang
lingkup program), (3) organisasi program layanan (pengorganisasian layanan
bimbingan).
Ahmad Juntika
Nurihsan (2005:40) memberikan gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan dalam
proses perencanaan, diantaranya : (1) analisis kebutuhan dan permasalahan
siswa; (2) penentuan tujuan program layanan bimbingan yang hendak dicapai; (3)
analisis situasi dan kondisi di sekolah, (4) penentuan jenis-jenis kegiatan
yang akan dilakukan; (5) penetapan metode dan teknik yang digunakan dalam
kegiatan; (6) penetapan personel-personel yang akan melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan; (7) persiapan fasilitas dan biaya
pelaksanaan kegiatan-kegiatan bimbingan yang direncanakan; (8) perkiraan
tentang hambatan-hambatan yang akan ditemui dan usaha apa yang akan dilakukan
dalam mengatasinya.
2. Perancangan (Desaigning)
Sebagai arahan dalam mendisasin program bimbingan dan
konseling komprehensif Gysbers & Handerson mengembangkan tujuh tahap untuk
mewujudkan disain program BK sebagai berikut :
·
memilih struktur dasar program;
·
merancang komptensi siswa;
·
menegaskan kembali dukungan kebijakan;
·
menetapkan parameter untuk alokasi sumber
daya;
·
menetapkan hasil yang akan dicapai oleh
siswa;
·
menetapkan aktivitas secara spesifik yang
sesuai dengan komponen program;
·
mendistribusikan pedoman pelaksanaan program;
3. Penerapan ( Implementing )
Setelah melalui proses perencanaan dan disain yang baik,
tahap berikutnya adalah tahap implementasi. Dalam menerapkan program, konselor
sebaiknya perlu memiliki kesiapan untuk melaksanakan setiap kegiatan yang telah
dirancang sebelumnya. sehingga terdapat
kesesuaian antara program yang telah dirancang dengan pelaksanaan di lapangan
dan program terlaksana dengan baik.
Proses implementasi sejumlah kegiatan dari keseluruhan
program harus didasarkan skala prioritas yang didapatkan dari hasil analisis
kebutuhan. Selain itu penerapan program bimbingan dan konseling yang telah
dirancang dengan baik, seyogianya diset dalam alokasi waktu satu tahun ajaran.
Muro & Kottman (1995:60) mengemukakan “ implementation
of a program works best when plans are developed for an entire school year. It
will be helpful if the overall plan is broken down into monthly and weekly
segments that direct the delivery of the guidance program as well as
specialized counseling service”.
4. Evaluasi.
Evaluasi menjadi umpan balik secara berkesinambungan bagi
semua tahap pelaksanaan program. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh data
yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan, baik untuk perbaikan maupun
pengembangan program di masa yang akan datang.
Evaluasi juga dimaksudkan untuk menguji keberhasilan atau pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
Tolley & Rowland (Ipah Saripah, 2006:70)
mengemukakan bahwa evaluasi terhadap efektivitas program bimbingan dan
konseling dapat dilihat dari tiga indikator, yakni proses, hasil jangka
menengah, dan hasil akhir. Evaluasi
mempunyai fungsi untuk menentukan layak tidaknya suatu program. Evaluasi adalah
proses penilaian dengan jalan membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan kemajuan prestasi yang dicapai. Pada dasarnya evaluasi program merujuk pada
seluruh aspek perencanaan yang telah dilakukan. Alur proses evaluasi dapat
dilihat pada bagan 1.2 di bawah ini.
Bagan 2.1
Alur Evaluasi Program Bimbingan
dan Konseling
Evaluasi dan
tindak lanjut merupakan kegiatan yang dilaksanakan beriringan pada saat
inventarisasi kebutuhan dan pengembangan disain program (pra program),
implementasi program (proses program) dan sesudah implementasi program (hasil
program). Tujuannya adalah untuk menentukan keputusan terhadap kualitas pra
program, proses program dan hasil program sehingga dapat ditentukan langkah
tindak lanjut yang dibutuhkan untuk pengembangan program selanjutnya.
1)
Teknik
Evaluasi
Evaluasi
diselenggarakan menggunakan teknik non-tes.
2)
Bentuk
Evaluasi
a.
Angket
keterserapan program bimbingan dan konseling
b.
Format
catatan (anekdot) kegiatan bimbingan dan konseling
c.
Instrumen
pelengkap dalam setiap sesi bimbingan dan konseling sesuai materi
G. Simpulan
Dari kajian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Program
bimbingan dan konseling program bimbingan dan konseling adalah serangkaian
rencana kegiatan layanan yang yang disusun secara sistematis berdasarkan pada
analisis kebutuhan, dan secara keseluruhan bertujuan untuk menunjang pencapaian
tujuan, visi dan misi sekolah.
2. Tahap
pengembangan program bimbingan dan konseling mengacu pada proses perencanaan (planning), perancangan (designing), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating).
3. Evaluasi dan tindak lanjut merupakan
kegiatan yang dilaksanakan beriringan pada saat inventarisasi kebutuhan dan
pengembangan disain program (pra program), implementasi program (proses
program) dan sesudah implementasi program (hasil program). Tahap evaluasi
program bimbingan dan konseling mengacu pada: evaluasi Context (konteks
program), Input (masukan program), Proccess (proses program), dan evaluasi Product (hasil program)
Implikasi Dalam Praktik
Bimbingan dan Konseling
Program bimbingan
dan konseling dalam praktiknya di sekolah merupakan guide line dan frame of work yang menjadi gambaran
praktik profesional layanan bimbingan dan konseling, oleh karena itu
pengembangan program bimbingan bukan lagi sebagai ritual administratif yang
sangat senjang antara program yang dikembangkan dengan pelaksanaannya.
Program bimbingan
harus dikembangkan sebagai bentuk pengakomodaasian kebutuhan siswa dan sebagai
sarana pencapaian tujuan pendidikan yaitu tercapainya perkembangan siswa yang
optimal yang bisa diukur dan dilihat dalam berbagai indikator yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsyudin Makmun.
(2003). Psikologi Kependidikan :
Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:Rosda
Ahmad Juntika Nurihasan. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung :Refika Aditama
_____________ (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar
Kehidupan. Bandung : Refika Aditama
Connecticut
School Counselor Associatiton (2000). Connecticut
Comprehensive School Counseling Program. Connecticut : CSCA incorporation
with CACES and CSDE
Departemen Pendidikan Nasional (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan
Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung :
Jurusan Psikologi Pendidikan FIP UPI Bandung Bekerjasama dengan PB. ABKIN
Hurlock, Elizabeth. (1994). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta : Erlangga
Ipah Saripah. (2006). ” Program Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak”. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung : tidak diterbitkan
Mohamad Surya. (1996). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : Publikasi Jurusan PPB-FIP UPI Bandung
Muro, James J & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling In The Elementary and Middle School : A
Practical Approaches. USA : Wm. C Brown Communication, Inc.
Moree,
Cheryl .(2004).”Comprehensive Developmental School Counseling Program” dalam Professional School Counseling : A Handbook
of Theories, Program & Practices. Ed. Erford, Bradley T. Austin – Texas
: CAPS Press.
Nana Syaodih Sukmadinata.
(2003). Landasan Psikologis Proses
Pendidikan. Bandung : ROSDA
PUSKUR. (2002). Panduan Pelayanan BK Berbasis Kompetensi.
Jakarta : Pusat Pengembangan Kurikulum
Sciarra, Daniel T. (2004). School Counseling ; Foundation and Contemporary Issues. Belmont USA : Brooks/ Cole - Thomson Learning
Syamsu Yusuf . (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda
_____________.(2002). Panduan Pelayanan BK Berbasis Kompetensi. Jakarta : Pusat Pengembangan Kurikulum
Syamsu Yusuf & Ahmad Juntika Nurihsan (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Kerjasama Program Pasca Sarjana UPI dengan PT Remaja Rosdakarya.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2009). Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Bandung : UPI.
Kontributor
Pengunjung
Teman
Insight Corner
- catatan kaki (5)
- cerita cinta (1)
- counseling (13)
- Filsafat (1)
- pendidikan (5)
- research in counseling (1)
musiQu
Catatan Sahabat
Tulisan Terpilih
Blog ini adalah wahana ekpresi komunikasi dan diskusi untuk semua yang berminat di bidang pendidikan, konseling, budaya dan sosial kemasyarakatan
lelaqihoedjan. Diberdayakan oleh Blogger.