Permainan Kelompok
untuk Pembentukan Karakter Siswa
Oleh : Aam Imaddudin, M.Pd
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan
peserta didik saat ini sedang berada dalam ambang kehancuran, berbagai perilaku
amoral sudah menjadi bagian yang dianggap biasa dan terjadi secara merata baik
di daerah perkotaan, maupun pedesaan. Penyalahgunaan NAFZA, tawuran, pergaulan
bebas, pornografi, plagiat, mencontek, vandalisme, gengster, merupakan bagian
tak terpisahkan dari para peserta didik saat ini.
Falsafah dan
dasar Negara Indonesia menyiratkan bahwa pribadi-pribadi yang diharapkan oleh
bangsa ini adalah pribadi yang berketuhanan yang Maha Esa, memiliki sikap
kemanusiaan yang adil dan beradab, menjaga persatuan indonesia, mampu
bermusyawarah dan bermufakat, dan memiliki sikap adil dan berjiwa sosial.
Penegasan
indikator manusia indonesia juga termaktub di dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan nasional no.20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN No.20
Th 2003 Bab II Pasal 3).
Tujuan
pendidikan nasional tersebut harus diterjemahkan oleh seluruh komponen bangsa, termasuk
di dalamnya layanan bimbingan dan konseling. Tujuan utama dari layanan BK di
sekolah memiliki nafas yang sama, yaitu membentuk peserta didik menjadi
pribadi-pribadi yang tangguh, mandiri, dan berkarakter. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut perlu dikembangkan berbagai model program dan layanan yang kreatif dan
sesuai dengan karakteristik peserta didik, sehingga diharapkan lebih efektif
dalam pencapaian tujuan.
Pembentukan karakter
menjadi salah satu bagian dari tujuan pelayanan bimbingan dan konseling,
karena pada hakikatnya praktek bimbingan dan konseling yang
memandirikan adalah sebuah proses untuk membekali peserta didik berbagai
nilai, komptensi, sehingga individu mampu mengenali diri dan
lingkungannya, sehingga individu memiliki kemandirian yang utuh, yang
pada hakikatnya merupakan pribadi yang berkarakter.
Pendekatan layanan konseling yang kreatif memberikan keleluasaan kepada konselor untuk mengembangkan layanan yang bervariasi dan tidak hanya terpaku dengan layanan konvensional. Konselor dalam prakteknya dapat melibatkan banyak pihak, dan memanfaat sekecil apapun sumber daya yang ada untuk digunakan sebagai sarana penunjang layanan yang efektif.
B.
Karakter dan Proses Pembentukannya
1.
Konsep Dasar Karakter
Karakter dalam
kehidupan sehari-hari sering disamakan dengan kepribadian. Allport ( Surjabrata,
1986,2) mengatakan bahwa watak atau karakter (character) dan kepribadian (personality)
adalah satu dan sama, akan tetapi dipandang dari segi yang berlainan. Jika
orang bermaksud hendak mengenakan norma-norma, jadi mengadakan penilaian, maka
lebih tepat dipergunakan istilah karakter, dan jika orang tidak bermaksud
memberikan penilaian, jadi menggambarkan apa danya, maka digunakan istilah
kepribadian. Allport menyatakan bahwa: Character
is personality evaluated, anda personality is character devaluated.
Kata
karakter dipakai dalam arti normatif kalau dengan mempergunakan kata karakter
tersebut orang bermaksud mengenakan norma-norma kepada orang yang sedang
diperbincangkan; dalam hubungan dengan hal ini orang dikatakan mempunyai
karakter kalau sikap, tingkah laku dan perbuatannya dipandang dari segi
norma-norma sosial adalah baik, dan orang dikatakan tidak berkarakter kalau
sikap, tingkah laku dan perbuatannya dpandang dari segi norma-norma sosial
adalah tidak baik. Misalnya saja seringkali terdengar pernyataan-pernyataan
seperti: “Otaknya bukan main tajamnya, tetapi dia tidak punya karakter”, dan
sebagainya.
Secara umum
karakter dikaitkan dengan sifat khas
atau istimewa atau kekuatan moral, atau pola tingkah laku seseorang. Kamus Besar bahasa Indonesia tidak
memuat kata karakter, yang ada adalah kata “watak” dalam arti sifat batin
manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah lakunya atau tabiat
seseorang. Kata “karakter” tercantum dalam Kamus
Bahasa Indonesia Kontemporer yang diartikan sebagai watak, sifat, tabiat
(Raka, dkk; 2011, 36). Selanjutnya Raka, dkk (2011, 36-37) menjelaskan bahwa
karakter baik dimanifestasikan dalam kebiasaan baik di kehidupan sehari-hari:
pikiran baik, hati baik, dan tingkah laku baik. Berkarakter baik berarti
mengetahui yang baik, mencintai kebaikan dan melakukan yang baik.Karakter
bersifat memancar dari dalam keluar (inside-out).
Artinya, kebiasaan baik tersebut dilakukan bukan atas permintaan atau tekanan
dari orang lain melainkan atas kesadaran dan kemauan sendiri. Dengan kata lain,
karakter adalah “apa yang Anda lakukan ketika tak seorang pun melihat atau
memperhatikan Anda”.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah perilaku asli (yang
sebenarnya) dari seseorang yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku, baik di
lingkungan masayakat maupun lingkungan bangsa pada umumnya. Norma- norma itu
meliputi antara lain norma susila, norma
kemanusiaan, norma agama, norma hukum, dan norma etika.
Raka, dkk (2011, 231-232) mengemukakan beberapa kebiasaan baik sebagai indikator kekuatan karakter:
a. Kejujuran, dengan indicator tidak berbohong, tidak
mengambil yang bukan miliknya, tidak “menyontek”
dalam mengerjakan pekerjaan
rumah, ulangan, dan ujian.
b. asa tanggung jawab , dengan indicator tidak mencari
“kambing hitam”, berani mengakui kesalahan,
menjalankan kewajiban yang telah
diterima dengan baik dan tuntas.
c. Semangat belajar, dengan indicator:berani bertanya,
berani mempertanyakan, senang mencari cara-cara
baru, senang mencari pengalaman
baru, senang belajar keterampilan baru, sengan menambah
pengetahuan.
d. Disiplin diri , dengan indicator datang tepat waktu,
menepati janji, menaati peraturan atau tata tertib yang
berlaku, sopan dan
santun dalam tindakan dan ucapan.
e. Kegigihan, dengan indicator: berusaha melakukan yang
terbaik, tidak mudah menyerah dan bekerja keras.
f. Apersepsi terhadap kebninekaan: dengan indicator
bisa menghargai pendapat yang berbeda, bisa
berinteraksi dengan orang-orang
dari berbagai latar belakang budaya, kepercayaan, dan suku, tidak
“menghakimi”
orang yang berbeda pendapat, keyakinan,
atau latar belakang budaya, dan tidak
mendominasi atau mau menang sendiri.
g. Semangat berkontribusi: dengan indicator: senang menolong orang lain, senang berbagi,
dermawan,
dan senang melakukan kegiatan social sebagai relawan.
h. Optimisme: dengan indicator: tidak mudah mengeluh,
menunjukkan semangat dalam kegiatan, melihat
masalah atau kesulitan dari sisi
positif, dan menunjukkan rasa percaya diri.
C.
Permaian Kelompok
1.
Konsep Dasar Permainan
Manusia pada dasarnya menyukai permainan, hal ini dibuktikan dengan
beragam jenis permaianan yang dimililiki oleh setiap daerah, provinsi, dan
negara. Wood dan Goddard (Nandang Rusmana, 2009:1) mengungkapkan terdapat
ratusan permainan dadu, permainan tebak-tebakan, permaianan kartu, permainan
papan, permainan tongkat dan gelindingan, permainan hitungan, permainan
kelompok, permainan kucing-kucingan, permainan kejar-kejaran, permainan atletik
di dalam ruangan, permainan atletik di
luar ruangan, permainan bernyanyi/sajak/tari, dan berbagai permaian lainnya
telah dikatalogkan. Bahkan di Suku Aborigin memainkan lebih dari 1.400
permainan.
Permainan telah menjadi bagian dari sejarah perkembangan sebuah peradaban
atau sekelompok manusia. Saat ini permainan sudah diadaptasi menjadi media pembelajaran
dan media teurapeutik, seperti yang dikaji dalam buku Game Play : therapeutic use of childhood games,
(Schaefer & E. Reid, 2001) dibahas berbagai macam permaian yang digunakan
dalam mengatasi permasalahan psikologis seperti ADHD (attention defisit and
hyperactive disorder), permainan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi,
terapi permainan tradisional untuk permasalahan anak-anak, permaianan untuk membantu anak-anak yang
mengalami krisisi dan trauma, dan permaian untuk meningkatkan keterampilan
sosial.
Istilah
permaian merujuk pada dua kosa kata utama yaitu Play dan Game, dua kata ini memiliki kecenderungan makna yang
berbeda. Istilah Play sebagaimana
dijelaskan oleh Reid (Schaefer & E. Reid, 2001:1) lebih mengarah pada aspek
kesenangan sebagai bentuk reaksi alamiah yang dimiliki oleh manusia dan
binatang. Sedangkan Beach (Schaefer & E. Reid, 2001:1) menjelaskan bahwa
istilah Play merupakan aktivitas
spontan yang tidak memeliki target akhir atau tujuan, karena pada dasarnya
aktivitas bermain termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh kesenangan.
Istilah kedua
dalam permaian adalah Game, dalam
pengertian ini permaian lebih terstruktur serta memili aturan main. Serok &
Blum (Nandang Rusmana, 2009:4) menjelaskan bahwa Game pada intinya bersifat
sosial dan melibatkan belajar dan mematuhi peraturan, pemecahan masalah,
disiplin diri, kontrol emosional, dan adopsi peran-peran pemimpin dan pengikut,
yang kesemuanya itu merupakan komponen-komponen penting dari sosialisasi.
Games, memiliki unsur kompetisi dalam pelaksanaannya. Sebagai
contoh, E. Reid (Schaefer &, 2001:2) menjelaskan bahwa pada masa bermain
yaitu usia kanak-kanak, hasil penting dari sebuah permainan adalah kompetisi
untuk memperoleh kemenangan.
Sutton-Smith
(Schaefer &, 2001:2) menjelaskan bahwa istilah Games merupakan gambaran dari kekuatan sebuah kelompok “ Model of Power”, sebuah permainan
menyediakan gambaran dari perilaku manusia dalam menghadapi konflik, karena
dalam sebuah kompetisi setiap individu yang bertanding, atau kelompok yang
bersaing akan mengerahkan segenap usaha dan kekuatan untuk memperoleh
kemenangan.
Schlenker
& Bonoma (Schaefer &, 2001:2), bahkan menegaskan bahwa kompetisi yang
disediakan di dalam sebuah permainan merupakan analogi yang luar biasa dalam
menggambarkan konflik kepentingan dalam kehidupan nyata, seperti bisnis,
politik, serta interaksi interpersonal.
Paparan di
atas memberikan gambaran bahwa permainan merupakan sebuah media interaksi antar
individu,
secara esensial permaian menyediakan proses latihan untuk mengasah
keterampilan fisik dan psikis. Berbagai aturan dan target dalam sebuah permaian
menjadi batasan yang memberikan kesempatan secara adil kepada semua kontestan
untuk mendapatkan kemenangan. Nilai inilah yang bisa dijadikan landasan mengapa
permaian bisa diadaptasi menjadi sebuah media pembelajaran atau media
teurapeutik.
2.
Permainan edukatif dan teurapeutik dalam layanan Bimbingan dan Konseling
untuk Pembentukan karakter siswa
Permainan baik yang bersifat play atau
game memiliki ciri khas dan target
yang secara tidak langsung dihasilkan dari permainan tersebut. Terdapat tiga
jenis permainan : 1) permainan keterampilan fisik, hasil dari permainan yang di dalamnya ditentukan oleh kemampuan
gerak para pemain 2) game strategi,
dalam permainan ini hasil ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan kognitif
pemain, dan 3) game untung-untungan, hasil dari permainan ini
bersifat acak, artinya setiap pemain memiliki peluang yang sama untuk
memenangkan permainan tersebut.(Nandang Rusmana, 2009:14).
Permainan memiliki proses khas yang hampir menggerakan setiap aspek
kepribadian, dari yang bersifat psikomotorik hingga aspek yang bersifat
afektif. Russ (Nandang Rusmana, 2009:7) menjelaskan bahwa dengan mengamati
proses permainan seorang konselor dapat melihat ekspresi dari sejumlah proses
kognisi, afeksi, dan proses interpersonal.
Proses kognisi diekspresikan melalui proses bermain yang meliputi : 1)
organisasi, 2) berpikir divergen, 3) simbolisme, dan 4) fantasi atau khayalan.
Proses afeksi diekspresikan melalui : 1) ekspresi emosi, 2) ekspresi tema-tema
afeksi, 3) aturan afeksi dan modulasi afeksi, dan 4) interaksi kognisi dan
afeksi. Sedangkan proses interpersonal diekspresikan dengan : 1) empati, 2)
skema interpersonal/ representasi diri, dan 3) komunikasi (Nandang Rusmana,
2009:8).
Tinjauan teoritis dari jenis permainan dan proses yang terlibat dalam
sebuah permaian, mengisyaratkan bahwa permainan jika dimodifikasi dan dikelola
dengan sistematis dan diinterpretasikan dengan tepat dapat digunakan sebagai
media pembelajaran dan media teurapetik, termasuk dalam pengembangan dan
pembentukan karakter siswa.
Tiga proses minimal yang terdapat dalam sebuah permainan dapat digunakan
dalam membentuk aspek-aspek karakter yang akan dikembangkan, karena didalamnya
melibatkan proses kognisi, afeksi, dan interpersonal, tiga proses ini secara
mendasar merupakan bagian dari pembentukan karakter, karena pada dasarnya
pembentukan karakter adalah terkait dengan pembentukan nilai-nilai kebajikan
dalam diri setiap individu, dan
nilai-nilai seperti kejujurun, empati, kerjasama, adil, bertanggung jawab,
terdapat dalam setiap permainan.
Nilai-nilai dan kebajikan merupakan dasar dari kekukatan karakter, Christopher & Seligman (2004:13) memaparkan
‘
Virtues are the core characteristics valued by moral
philosophers and religious thinkers: wisdom, courage, humanity, justice,
temperance, and transcendence. These six broad categories of virtue emerge
consistently from historical surveys, as detailed in chapter 2. We argue that
these are universal, perhaps grounded in biology through an evolutionary
process that selected for these aspects of excellence as means of solving the
important tasks necessary for survival of the species. We speculate that all
these virtues must be present at above threshold values for an individual to be
deemed of good character.
Pendapat Christopher & Seligman (2004) di atas
menyatakan bahwa inti dari kekuatan karakter pribadi adalah nilai kabajikan
yang diambil dari nilai-nilai universal, diantaranya kebijaksanaan, keberanian,
kemanusiaan, keadilan, kesederhanaan, dan transendensi. Enam nilai kebajikan
ini diharapkan menjadi fondasi dari karakter yang baik. Berikut ini adalah
rangkaian permaian dan target capaian dari permaianan tersebut, dapat dilihat
dalam tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1
Kerangka dasar Pedoman Pelaksanaan Permainan Kelompok
untuk Pembentukan karakter
NILAI-NILAI KARAKTER
|
JENIS PERMAINAN
|
ASPEK PRIBADI YANG TELIBAT
DALAM PROSES
|
a.
Kejujuran
|
Pertukaran
jeruk lemon
|
Kognitif : identifikasi, pemahaman, evaluasi
Afeksi : menerima, menilai
Interpersonal : resolusi konflik
|
b.
Rasa tanggung jawab
|
Menjaga harta karun
|
Kognitif
: identifikasi, pemahaman, evaluasi
Afeksi
: menerima,mengintegrasikan kognisi dengan afeksi
Interpersonal
: skema interpersonal, resolusi konflik
|
Trust
circle
|
Kognitif : organisasi dan fantasi
Afektif : menerima, modulasi emosi, mempercayai
Interpersonal : empati, skema interpersonal,
komunikasi
|
|
Blind trust walk
|
Kognitif
: organisasi dan fantasi
Afektif
: menerima, modulasi emosi, mempercayai
Interpersonal
: empati, skema interpersonal, komunikasi
|
|
c.
Semangat belajar
|
Benang
kusut
|
Kognitif : organisasi, berpikir divergen, fantasi
Afektif : menerima, modulasi emosi, mempercayai
Interpersonal : empati, skema interpersonal,
komunikasi
|
d.
Disiplin diri
|
Spider web
|
Kognitif
: organisasi, berpikir divergen, fantasi
Afektif
: menerima, modulasi emosi, mempercayai
Interpersonal
: empati, skema interpersonal, komunikasi, resolusi konflik
|
Kimia
beracun
|
Kognitif : organisasi, berpikir divergen, fantasi
Afektif : menerima, modulasi emosi, mempercayai
Interpersonal : empati, skema interpersonal,
komunikasi, resolusi konflik
|
|
e.
Kegigihan dan bekerja keras.
|
Gentong bocor
|
Kognitif
: organisasi, berpikir divergen, fantasi
Afektif
: menerima, modulasi emosi, mempercayai
Interpersonal
: empati, skema interpersonal, komunikasi, resolusi konflik
|
Empat
sahabat
|
Kognitif : organisasi, berpikir divergen, fantasi
Afektif : menerima, modulasi emosi
Interpersonal : empati, skema interpersonal,
komunikasi, resolusi konflik
|
|
f. Apersepsi terhadap kebhinekaan
|
Bingo
|
Kognitif
: organisasi, berpikir divergen, fantasi
Afektif
: menerima, ekspresi emosi
Interpersonal
: empati, skema interpersonal, komunikasi, resolusi konflik
|
g.
Semangat berkontribusi
|
Kapal
karam
|
Kognitif : organisasi, berpikir divergen, fantasi
Afektif : menerima, modulasi emosi, mempercayai
Interpersonal : empati, skema interpersonal,
komunikasi, resolusi konflik
|
h.
Optimisme
|
Permainan titik
|
Kognitif
: organisasi, berpikir divergen, fantasi
Afektif
: menerima, modulasi emosi
Interpersonal
:skema interpersonal, resolusi konflik
|
DAFTAR PUSTAKA
Abin
Syamsyudin Makmun. (2003). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem
Pengajaran Modul. Bandung:Rosda
Ahmad
Juntika Nurihasan. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling.
Bandung :Refika Aditama
_____________
(2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung
: Refika Aditama.
Charles Schaefer & Steven E. Reid, ed. (2011). Game Play : therapeutik use of childhood games-2nd ed. Kanada : Jhon Wiley & Son Inc.
Charles Schaefer & Steven E. Reid, ed. (2011). Game Play : therapeutik use of childhood games-2nd ed. Kanada : Jhon Wiley & Son Inc.
Departemen Pendidikan Nasional (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan
Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung :
Jurusan Psikologi Pendidikan FIP UPI Bandung Bekerjasama dengan PB. ABKIN
Hurlock,
Elizabeth. (1994). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta : Erlangga
Muro, James J
& Kottman, Terry. (1995). Guidance and
Counseling In The Elementary and Middle School : A Practical Approaches.
USA : Wm. C Brown Communication, Inc.
Nandang Rusmana. (2009). Permainan (Game
& Play): Permainan Untuk para pendidik, pembimbing, pelatih, dan
widyaiswara. Bandung: Rizqi Press.
________________(2009). Konseling
Kelompok untuk anak berpengalaman traumatis. Bandung: Rizqi Press
Peterson, Christopher &
Seligman, E.P. Martin (2004). Character Strenght and Virtue. New York
:Oxford Press
Raka, Gede dkk. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta.PT. Elex Media Komputindo.
Syamsu Yusuf . (2004). Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda
_____________.(2002).
Panduan Pelayanan BK Berbasis Kompetensi. Jakarta : Pusat Pengembangan
Kurikulum
Surjabrata, Sumadi. 1986. Psikologi Kepribadiaan. Jakarta. Rajawali.
Kontributor
Pengunjung
Teman
Insight Corner
- catatan kaki (5)
- cerita cinta (1)
- counseling (13)
- Filsafat (1)
- pendidikan (5)
- research in counseling (1)
musiQu
Catatan Sahabat
Tulisan Terpilih
Blog ini adalah wahana ekpresi komunikasi dan diskusi untuk semua yang berminat di bidang pendidikan, konseling, budaya dan sosial kemasyarakatan
lelaqihoedjan. Diberdayakan oleh Blogger.